Sabtu, 25 Februari 2012


USULAN RANCANGAN PENELITIAN UNTUK PENYUSUNAN SKRIPSI
 A. J U D U L:
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI SESUDAH PERCERAIAN MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM
DAN UNDANG – UNDANG 1974
(Suatu Penelitian di Wilayah Hukum Mahkamah Syar’iyah Takengon)


B. DATA PELAKSANA PENELITIAN
         NAMA                           : HIDAYAH
         NIM                               : 070100162
         Angkatan                       : 2007
         Program studi                : Hukum Perdata
         SKS yang dicapai          :        SKS
         Sudah /belum lulus semua      
Mata kuliah wajib                   : Sudah
          Alamat                          : kampung Paya tumpi satu. Kec, Kebayakan.
                                                             Kab. Aceh Tengah






A.   Lantar Belakang Maslah
Manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan adalah merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri-sendirinya, tetapi harus hidup ditengah-tengah masyarakat adanya pergaulan hidup antar sesama manusia tersebut akn menimbulkan rasa saling menyayangi dan di sayangi.
Sebagai makhluk tuhan yang diberikan akal dan budi, maka rasa cinta tersebut biasanya dilanjutkan dengan ikrar untuk hidup bersama sependeritaan dan sepenanggunangan didalam ikatan perkawinan sebagai sebuah unit masyarakat yang kecil.
Didalam kehidupan perkawinan tersebut mereka akan berusaha untuk menaggulangi kebutuhan hidup mereka didalam rumah tangganya karena setiap manusia tidak dapat hanya berharap saja, akan tetapi harus berbuat sendiri sambil mencari pengalaman dengan orang lain untuk mendapatakan keterampilan yang berguna untuk kepentingan diri sendiri dan generasi penerusnya yang akan datang.
Kebersamaan didalam hidup inilah manusia dalam wujudnya hendak bertujuan untuk mengikat suatu tali perkawinan antara seorang pria dengan wanita yang telah memenuhi syarat sesuai dengan ketentua Hukum yang berlaku.  
Sebagai landasan timbulnya hak dan kewajiban suami istri setelah terjadinya penceraian adalah berdasarkan pasal 149 kompilasi hukum islam yang menjelaskan tentangkewajiban suami untuk memberikan nafkah berupa mut’ah, nafkah iddah, maskah, kiswah, kepada istri yang diceraikannya dan termasuk harta kekayaannya yang mereka peroleh dalam masa perkawinan.[1]
Adapun tentang hak hadhanah yang diberikan kepada anaka-anaknya yang masih dibawah umur atau mumayiz samapai anak itu menjelang dewasa.
Selanjutnya didalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 dijelaskan tentang Hak dan Kewajiban suami istri dicatum pada pasal 30 sampai dengan pasal 34 dan tentang harta kekayanaan dijelaskan pada pasal 35 sampai denga pasal 37 serta pasal 45 sampai dengan pasal 49 adalah mengatur tentang orang tua dan anak.[2]
Hal ini perlu menjadi perhatian bagi suami istri, apabila mereka telah melakukan perceraian dan sebagai penyebabnya adalah diantara lain karena kurangnya  bertanggung  jawab diantara salah satu pihak, baik dari pihak suami maupun pihak istri dan juga untuk kepentingan anak-anaknya.
Pihak istri dituntut agar tidak mangabaikan Hak dan kewajibannya, selaku ibu, terutama dalam hal pemeliharaan dan mendidik anak-anaknya yang merupakan generasi penerusnya yang dapat menggantikan orang tuannya dan untuk kepentingan orang lain yang berguna untuk agama, bangsa dan negara dimasa yang akan datang.
Hak dan kewajiban suami istri setelah perceraian terjadi maka kepada pihak-pihak dituntut agara dapat meneruskan atas kepentingannya, apakah itu merupakan harta kekayaan yang belum mereka peroleh dalam masa perkawinan ataupun lain-lainnya yang pada umumnya masih melekat pada pihak yang lain.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarakan uraian di atas, rumusan permasalahan perlu diteliti dan di kaji adalah sebagai berikut :
1.     Bagaiman tanggung jawab suami istri setelah terjadinya penceraian.
2.     Mengapa hilangnya hak dan kewajiban suami istri setelah penceraian.

C.  TUJUAN PENELITIAN
Adapun yang menjadi ruang lingkup penelitian ini adalah meliputi bidang Hukum Perdata, khususnya mengenai masalah penceraian yang terjadi di Kabupaten Aceh Tengah, berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Mahkamah Syar’iyah Takengon tahun 2009/2010
          Tujuan penelitian itu adalah sebagai berikut :
1.        Untuk menjelaskan sampai sejauh mana pengaturan tentang tanggung jawab suami istri setelah terjadi penceraian.
2.     Untuk menjelaskan tentang hilangnya hak dan kewajiaban suami istri setelah perceraian.

D. MANFAAT PENELITIAN
          1. Manfaat teoritis
          Secara teoritis, manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
v Uuntuk memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa, di dalam pengembangan materi di prodi hukum perdata, khususnya tentang perceraian.
v Dapat digunakan sebagai dasar pengetahuan dan pengalaman dalam penelitian berikutnya bagi mahasiswa dan masyarakat yang akan meneliti tentang hak dan kewajiban suami istri setelah perceraian menurut kompilasi hokum islan No. 1 Tahun 1974.
2.     Manfaat Praktis.
Secara praktis manfaat penelitian ini adalah :
v Bagi penelitian
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang penceraian, khusus mengenai hak dan kewajiban suami istri sesudah terjadi perceraian menurut kompilasi islam dan Undang – Undang No. 1 Tahun 1974.
v Bagi anggota dan pengurus
Dapat dijadikan acuan dan cara pengambilan sumber data dan suatu kasus tertentu yaitu masalah penceraian di kantor Mahkamah Syar’iyah Takengon, termasuk di dalam persoalkan tentang anak dan harta kekayaan yang harus dibagi kepada pihak-pihak yang sedang bersengketa.

E. DEFINISI OPERASIONAL
1.     keweajiban Suami Istri
perkawinan  merupakan kebutuhan yang mendasarkan bagi manusia dalam perkawinanlah tercipta ketentraman, kedamaian dalam melakukan hubungan seksual dan dalam perkawinanlah terciptkan generasi mendatang yang berkualitas serta bertanggung jawab dunia dan akhirat.
Dari rumusan “keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal”, terlihat bahwa pada hakekatnya secara yuridis Undang-Undang No. 1 tahun 1974, tidak menyetujui rumah tangga yang berjalan sementara, yang didambakan adalah rumah tangga yang berlansung seumur hidup, kecuali dipisahkan oleh kematian.
Pisahnya suatu perkawinan di luar kematian, dalam hal ini penulis maksudkan adalah karena terjadinya penceraian itu merupakan pembubaran perkawinan ketika kedua belah pihak masih hidup dan alasannya yang dapat dibenarkan dan ditetapkan dalam bentuk suatu putusan di Pengadilan.
Prof. R. SUBEKTI, menyatakan bahwa :
“ penceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atas tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan”.­­­[3]
Untuk memperkecil gerak terjadinya penceraian, dengan di Undang-Undang No. 1 Oktober 1974 serta peraturan pelaksanaannya adalah berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 dan Kompilasi Hukum Islam, maka perceraian itu harus dilakukan di depan sidang Pengadialan.[4]
Akibat putusan perkawinan disebabkan karena penceraian itu, dapat menyebabkan timbulnya suatu hak dan kewajiban suami istri, hal ini jelas telah diterangkan di dalam Kompilasi Hukum Islam sebagaiamana tersebut di bawah ini :
Menurut  Kompilasi Islam, hal ini diatur secara khusus pada Bab XII bagaian Kesatu bagian Umum, yaitu di mulai dari pasal 77 ayat 1 samapai dengan ayat 5 dan pasal 78 ayat 1dan 2. kedua tentang

kedudukan suami istri diatur pada pasa 49 ayat 1 sampai 3. bagian Ketiga tentang kewajiban suami, di atur pada pasal 80 ayat 1 sampai dengan 7. bagian keempat tentang kediaman. Diatur pada pasal 81 ayat 1 sampai dengan 4. bagian keenam tentang kewajiban istri, siatur pada pasal 83 ayat 1 dan 2. serta pasal 84 ayat 1 sampai dentgan 4. selanjutnya yang diatur dalam Bab XIII dimulai dari pasal 85 samapai dengan pasal 97 Kompilasi hokum Islam.
Masalah pemeliharaan anak atau bhadhanah, telah diatur dalam Bab XIV yang di mulai dari pasal 98 samapai dengan 106, sedangkan pada Bab XV adalah diatur tentang perkawianan, yang mualai dari pasal 107 sampai denga 112 Kompilasi Hukum Islam.
Adapun dalam Undang-undang perkawinan No. 1 tahun 1974, dinyatakan masalah ini di atur pada Bab VI tentang hak dan kewajiban suami istri, yakni mulai dari pasal 30 sampai dengan pasal 34 Undang-Undang No. 1 tahun 1974.
Selanjutnya Bab VII diatur masalah harta benda dalam perkawinan, dimulai dari pasal 35 sampai denga 37.
Kemudian pada bab X diatur tentang hak dan kewajiban antara orang tua dan anak, dimulai  dari pasal 45 sampai dengan 49 Undang-Undang perkawinan No.1 tahun 1974.
     Sebab factor penyebab terjadinya suatu peceraian  adalah antara lain karena timbulnya suatu kelalaian diantara kedua belah pihak, ada kalanya datangnya dari pihak suami atau istri. Yang didalam kehidupan sehari-hari kurang menjadi perhatian dalam segi tanggung jawabnya masing-masing antara satu dengan yang lainnya., sehingga tidak terpenuhi hak dan kewajibannya, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk anak-anaknya.
     Sebagaimana yang dikatakan dalam ungkapan berikut ini :
     “kita kadang-kadang menjadi bingung melihat kontradiksi yang terdapat dalam masyarakat. Misalnya ada orang yang nampaknya senanh, kaya, pangkatnya tinggi, ilmunya banyak, kedudukan sosialnya menyakinkan, akan tetapi kehidupannya tidak bahagia. Dan ada pula orang sebaliknya kehidupan susah, selalu bekerja keras, miskin, kurang dapt segi ilmu dan kedudukan kesejahteraan sosialnya rendah, akan tetapi ia tanpak bahagia dan kehidupan keluarganya tentram dan bahagia”.
Dari pernyataan diatas dapat di ambil suatu kesimpulan, yang bahagia seseorang itu akan terjadi perselisihan faham dan terjadi pertengkaran yang secara terus menerus di dalam rumah tangga mereka bukan lah di sebabkan karena kebiasaan sehari-hari dan lain sebagiannya, akan tetapi hal ini terjadi karena di sebabkan adanya suatu factor yang tidak dapat menyenangkan diantara kedua belah pihak baik suami atau istri dan akibat adanya tidak ada saling pengertian.
Apabila mereka suami istri ingin bersatu kembali dalam menempuh satua haluan, pasti meraka akan mendapat hasil yang memuaskan walaupun hidupnya sehari-hari dalam katagori kurang mampu.
Demikian pula sebaliknya selalu bermewah-mewah dan penuh kesenangan yang di nikmatnya sesuai dengan kemampuannya itu, akan tetapi di dalam hatinya tidak pernah merasakan kesenangan dan selalu menghadapi rintangan dan kegelisahan didalam kehidupan rumah tangga serta rumah tangganya sering menggalami keributan, yang tidak berkesudahan maka keturunannya kelak akan menggalami serupa yaitu juga tidak pernah mengalami akhir kehidupannya nanti untuk akan datang apabila akan terjadi seperti yang sedemikian.

2.     Hak Suami Istri
Bertitik tolak dari kenyataan yang terjadi didalam peristiwa perkawinan, maka pihak suami dan pihak istri telah memiliki hak dan kewajiban yang sama berlandaskan tiding hanya pada Undang-Undang perkawinan saja, akan tetapi juga berdasarkan aturan Hukum Agama yang belaku bagi penganutnya dan secara kemanusiaan.
Suami istri yang penuh rasa tanggung jawab dan konsekuen, adalah mereka yang telah memiliki kawajiban yang telah dianjurkan oleh Agama dan berdasarkan tuntunan Tuhan yang telah membawa suatu kebahagiaan dan kebaikan di dunia ini.
Oleh karena itu pihak suami dan istri itu adala sangat berbeda dalam segala bentuk aktivitas kehidupan sehari-hari, terutama dalam hal yang memerlukan permusyawratan mupakat di dalam keluarga untuk mengambil suatu keputusan.
Sesuai dengan ajaran Agama Islam, suami adalah merupakan sebagai pimpinan terhadap istri dan anak-anaknya yang tidak mungkin ingin menyengsarakan terhadap yang dipimpinnya itu, seperti ungkapan pepatah arab menyatakan : “setiap kamu pemimpin dan setiap pemimpin akn dipertanggung jawabkan kelak terhadap orang yang dipimpinnya.
Dengan demikian, apabila telah terjadi aqad nikah secara sah menurut Agama berarti dengan sendirinya telah diberlakukan suatu akibat hokum terhadap dirinya, baik itu suami atau istri yaitu timbulnya hak dan kewajiban secara timbale balik yang bersifat melayani pihak yang satu dengan pihak lainnya yang sepanjang tidak bertentangan dengan Hukum Agama dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Undang-Undang No.1 tahun 1974, akibat perkawinan adalah :
1.     Pasal 30 UU Perkawinan
2.     Pasal 31 UU perkawinan
3.     Pasal 32 UU Perkawinan
4.     Pasal 33 UU Perkawinan
5.     Pasal 34 UU Prekawinan
Dengan demikian, bagi orang-orang yang dirinya masih terkait dalam suatu perkawinan, akan mengalami berbagai akibat yang menimpa pada dirinya sebagaimana yang telah diuraikan di atas.
Adapun di dalam Kompilasi Hukum Islam, masalah hak dan kewajiban telah diatur sebagi berikut :
a.     Pasal 77 ayat 1, 2, 3, 4 dan 5
b.     Pasal 78 ayat 1 dan 2
c.      Pasal 79 ayat 1, 2 dan 3
d.     Pasal 80 ayat 1, 2, 3 dan 4
e.      Pasal 81 ayat 1, 2, 3 dan 4
Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa telah nampak antar UU Perkawinan  No. 1 tahun 1974 dengan kompilasi Hukum Isalm adalah sangat erat hubungannya dan tidak ada saling pertentangan antara yang satu dengan yang lainnya masalah hak dan kewajiban suami istri did lam rumah tangga di tinjau dari sudut Hukum Islam.
Berdasarkan keterangan diatas, maka dapat di perjelaskan lagi dengan kutipan berikut ini :
“hak nafkah masih tetap ada walaupun keadaan istri dalam masa iddah ray’iyah sekalipun tidak hamil, maksudnya nafkah atau biaya hidup seperti di atas wajib selain alat-alat bersuci diri karena masih berjalan penahanan suami atas diri istri serta kebiasaan mentamattu’inya dengan cara ruju’ dank arena keengganan sang suami merujuk maka wanita memberikan alat bersuci ( misalnya : air mandi, sabun dan sebagiannya ). Nafkah juga wajib di berikan kepada istri yang hamil bertalaq ba’in denga talak tiga atau khulu’ atau fasakh yang bukan terjadi selama akad, sekalipun suami mati sebelum kandungan dilahirkan, selama istri tidak berbuat Nusyuz”.

3.                 Hak bersama Suami Istri
Apabila suami istri telah menjalankan kewajiban secara teratur dan baik, disamping juga memperhatikan tenggung jawab masing-masing selaku insan yang beriman sesuai dengan ajaran Agama Islam yang dianutnya, maka sudah barang tentu telah terwujudnya di dalam rumah tangga serta menjadi sempyrnalah kebahagian didalam kehidupan sehari-hari.



F. METODE PENELITIAN
Didalam penulisan skripsi ini penulisan melakukan penelitian yang indikatornya dengan mempergunakan metode diskritif yaitu suatu metode yang menggambarkan masalah tanggung jawab suami istri setala terjadinya perceraian, hal ini berdasarkan data Primer dan juga data skuder dengan cara pendekatan kualitatif.
1.     Bahan penelitian. Untuk penggumpulan data ini dipergunakan untuk suatu metode penelitian perpustakaan.
2.     Alat penelitia. Alat penelitian yang penulis gunakan adala studi dokumeter, adalah denga cara mengambil sumber data dan suatu kasus tertentu yaitu masalah penceraian yang tenjadi di Kantor Mahkamah Sya’iyah Takengon, termasuk didalamnya dipersoalkan tentang anak dan harta kekayaannya yang harus dibagi kepada pihak-piahk yang sedang bersengketa.
3.     Variabel penelitian. Data-data ini diuraiakan secara teoritis dengan menjelaskan tentang hak dan kewajiban suami istri setelah terjadinya perceraian.
4.     analisis penelitia. Data-data yang terkumpul itu dianlisa secara seksama dengan mempergunakan analisa kuanlitatif.
a.     Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah di kantor Mahkamah Syar’iyah Takengon, yang berlokasi di JL. Simpang Kelaping, Kecamatan Pegasing, Kabupaten Aceh Tengah. Alasan pemusat penelitian pada kantor Mahkamah Syari’iyah Takengon khusus tentang perceraian.
b.    Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah masalah hak dan kewajiban suami istri meliputi harta suami istri setelah terjadi perceraian dapat di perhitungkan harta bersama dan menurut hokum dibagi sama pula, didalam hal ini terdapat hutang bersama maka setelah penceraian utang bersama tersebut di selesaikan dalam bentuk jumlah yang sama pula.
c.      Tehnik Pengumpulan Data
1.     Observasi
Observasi adalah cara pengumpulan data yang dilakukan dengan melakukan kegiatan pengamatan dan pencatat secara sistematis terhadap gejala yang  tampak  pada objek penelitian.
Observasi merupakan suatu kegiatan pengamatan dan pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematis gejala-gejala yang diselidiki.
2.     Wawancara.
Wawancara adalah cara pengumpulan data melalui percakapan yang dilakukan oleh kedua belah pihak, pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dengan yang diwawancarai (interviewee) yang memberi jawaban dari pertanyaan itu.
Wawancara dalam penelitian ini merupakan interview terhadap informan. Wawancara ini dilakukan untuk mencari data yang ada di kantor Mahkamah Syar’iyah Takengon tentang perceraian dan mengenai hak dan kewajiban suami istri setelah perceriaan menurut kompilasi hokum islam dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974.
Informan yang di wawancarai dalam p[enelitian ini antara lain :
Ø Ketua Mahkamah Syar’iyah Takengon
Ø Hakim Mahkamah Syar’iyah Takengon
Ø Kepaniteraan Mahkamah Syar’iayah Takengon
Ø Kepegawaian Mahkamah Syar’iyah Takengon
Ø Para pihak-pihak yang bersengketa.
d. Sumber Data
Sumber data adalah subjek darimana data yang diperoleh. Indikatornya dengan mempergunakan metode diskritif yaitu metode yang menggambarkan suatu masalah tanggung jawab suami istri setelah terjadinya perceraian, ha ini berdasarkan data primer dan data skunder dengan cara pendekatan kuanlitatif.
1.     Data Primer
Data primer adalah data yang berasal dari data asli yang ditulis oleh petugas, mengamati, atau mengerjakan sendiri. Data primer diambil dari hasil wawancara kepada ketua, hakim, kepaniteraan dan pegawaian Mahkamah Syar’iyah Takengon. Jumlah yang diwawancarai adalah 22 orang, yaitu 6 hakim, 6 panitera, 10 pegawai. Dan data obsevasi yaitu berupa hasil observasi keadaan fisik dan struktur mengenai persidangan perceraian.

2.     Data Skunder
Data Skunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan untuk menghimpun bacaan dalam kaitan-kaitan bidang yang diteliti. Data skunder terdiri dari :
Ø Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Perkawinan
Ø Undang – Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
e.      Analisa Data
Pengumpulan data dilapangan dilakuakn dengan wawacara dengan struktur denga terlebih dahulu menyusun daftar pertanyaan (kuisioner). Pertanyaan susunan jawabannya secara alternative telah disiapkan (tertutup) sehingga respektif tinggal memilih jawaban yang telah disediakan untuk itu, dan ada juga pertanyaan yang menjawabnya bebas menjawab itu menurut pengetahuannya.
Sedangkan untuk data skunder dilakukan melalui studi kepustakaan dengan tehnik penghimpinan hasil bacaan dalam kaitan-kaitan sesuai dengan bidang yang diteliti.

G. JADWAL PENELITIAN
Pengumpulan Data
5  Hari
Menganalisa Data
5  Hari
Pembuatan Proposal
10 Hari
Pembuatan Skripsi
40 Hari
Jumlah
60 Hari

Mengetahui                                 Takengon, 1 Juli 2011
            Ketua Jurusan                               Pelaksanaan Penelitian

    NOVINDRA TAHIR,SH                                HIDAYAH
        NIDN. 0115117903                                          Nim. 070100162







DAFTAR PUSTAKA
A.   BUKU – BUKU
  1. AL-Qur’anulkarim, Departemen Agama, Jakarta, 1986/1987.
An-Nasai, Sunan Nasai, jilid III, Beirut, 134 H.
A.    Sayyid, Fikih Dunah, PT. Al-ma’rif, Bandung, 1990.
Aisyah Dahlan, Peranan Wanita Dalam Keluarga, Tahun Ke IV, Februari 1975.
Muslim Ibrahim, Surat Kabar Indonesia, 30 Juli 1991.
Zakiah Daradjat, Islam Dan Kesehatan Mental, Gunung Agung, Jakarta, 1971.
Aliy As-Ad, fathu Mu’in, Menara Kudus, 1979.
Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam, Kurnia Esa, Yogyakarta, 1985.
R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan di Indonesia, Sumur Bandung, 1974.
R. Subekti, pokok-pokok Hukum Perdata, Penerbit PT. Intermasa, 1992.
K. Wantjlik saleh, Hukum Prekawinan Indonesia, Ghaliya Indonesia, Jakarta 1976.
Hasbi Ash-siddiq, Al- Islam, Juz II, Bulan Bintang Jakarta, 1952.
As-San’any, Subusalam, Juz III, syarikah Wamat Ba’ah Mustafa AL-Baby, Mesir, cet. IV, 1960.
         


KERANGKA PENULISANAN

JUDUL      : HAK KEWAJIBAN SUAMI ISTRI SESUDAH
  TERJADINYA PERCERAIAAN MENURUT  KOMPILASI ISLAM DAN UNDANG – UNDANG NO. 1 TAHUN 1974. ( STUDI KASUS PADA MAHKAMAH SYAR’IYAH TAKENGON )
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
A.   Lantar Belakng Masalah
B.   Rumusan masalah
C.   Tujuan Penelitian
D.   Manfaat Penelitian
1. manfat teoritis
2. manfaat Praktis
          E. Dinifisi Operasional
              1. kewajiban suami istri
              2. Hak Suami Istri
               3. hak Bersama Suami Istri
          F. Metode Penelitian.
              a. Alokasi Penelitian
              b. jenis Penelitian
              c. Tehnil Pengumpulan Data
              d. Sumber data
              e. analisa Data
          G. Jadwal Penelitian.











[1] Pasal 149  kompilasi hokum islam
[2] R. wirjono prodjodikoro, hokum perkawinan, sumur bandung, 1974
[3] R. Subekti, pokok-pokok Hukum Perdata, Penerbit PT. Intermasa, 1992.
[4] Aisyah Dahlan, Peranan Wanita Dalam Keluarga, Tahun Ke IV, Februari 1975.